Ismi Yuniatun_20101981_Tarikh Tasyri' Masa Khulafa Ar-Rasyidin_Dari Buku Dr.H.A. Hasyim Nawawi, SH.,M.HI., M.SI.
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Kesehatan dan kesempatan kepada Saya untuk menulis Kembali. Sholawat serta salam Saya haturkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW.
Pada kesempatan kali ini, perkenankan saya Ismi Yuniatun NIM. 20101981 Kelas 2PAIC Institut Ilmu Al-Quran An-nur Yogyakarta. Saya akan menuliskan sebuah Essay mengenai” Tarikh Tasyri’”. Sebagai buku referensinya adalah “Tarikh Tasyri’ tentang Tarikh Tasyri’ Pada masa Khulafa ar-rasyidin karya Dr.H.A. Hasyim Nawawi, SH.,M.HI., M.SI.”, diterbitkan oleh Jenggala Pustaka Utama di Surabaya. Adapun Pembahasan yang akan saya angkat adalah tentang “Tarikh Tasyri’ Pada masa Khulafa ar-rasyidin”. Essay ini ditulis untuk memenuhi tugas dari Bapak Subhan Ashari, Lc dalam mata kuliah Pengantar Studi Islam. Apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam penulisan dan isi dari essay ini kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan.
Periode kedua dari proses tasyri' ini bermula sejak Nabi Muhammad Saw wafat (II H) dan berakhir ketika Muawiyah bin Abi Sufyan menjabat sebagai khalifah pada tahun 41 H. Pada periode ini, dikenal dengan al-khulafa ' al-rasyidin (para pemimpin yang memberi petunjuk kebenaran) yang merupakan sahabat-sahabat Nabi terkemuka, beliau adalah Abu Bakar, Umar Bin Khottob, Ustman Bin Affan dan Ali bin Abi Tholib). Mereka mendapat kepercayaan dari umat Islam untuk menggantikan kedudukan Nabi sebagai kepala pemerintahan Islam.
Khalifah mengemban tugas dalam
menełuskan ajaran dan misi kerasulan sekaligus mempertahankan ''tradisi hidup”
Nabi. Selain itu mereka juga dihadapkan pada wewenang sebagai penata hukum atas
aktifitas umat Islam yang sudah berinteraksi dengan persoalan-persoalan baru
yang bersentuhan dengan moral, etika, kultural, kemanusiaan dalam masyarakat
yang plural Prosesi tasyri' yang di masa
kenabian merupakan hak prerogatif Nabi
kini beralih ke tangan para
khalifah. Mereka dituntut untuk selalu mampu memberikan solusi hukum atas
problematika yang dihadapi umat, baik dalam persoalan agama, muamalah, problem
personal, problem sosial, ekonomi maupun ketatanegaraan.
Prosesi tasyri' mengalami perkembangan yang mengagumkan yang ditandai dengan Iahimya sumber dan metode penetapan hukum baru ya'ni Ijma' shohabi dan qiyas (analogi), yang merupakan implementasi al-Qur'an dan Sunnah dan disebut periode interpretasi syariah yang menjadi gerbang lokomotif terbukanya Pintu ijtihad.
Kondisi dan Situasi Umum pada Masa Khulafaur Rasyidin umat Islam terbagi dalam dua komunitas besar yaitu Muhajirin (kaum imigran dari Makkah) dan kaum Anshar (penduduk asli Madinah). Kaum Muhajirin yang lama hidup dan berinteraksi dengan Nabi hampir tidak percaya atas meninggalnya beliau, sementara kaum Anshar lebih bisa menerima kenyataan tersebut, bahkan bersikap lebih responsif. Terjadi perdebatan sengit antara kaum Muhajirin dan Anshar, masing-masing merasa paling berhak menjadi khalifah sepeninggal Nabi.
Kontribusi keempat khalifah dalam mengemban amanat kekhalifahan dan mengembangkan peradaban İslam, dapat diklasifikasikan pada fokus keagamaan diantaranya : terkodİfikasİkannya al-Qur'an yang sebelumnya masih tertuIİs dalam mushaf, penanggalan hijriyah, perluasan Masjidil Haram dan masjİd Nabawi , dan fokus pemerintahan diantaranya: penarİkan pajak untuk kemaslahatan kaum dhu'afa', pendelegasian para sahabat sebagaİ qadlİ (hakim) ke beberapa wİIayah İslam, dibentuknya departemen-departemen dan digagasnya sistem administrasi pemerintahan.
Pada masa Abu Bakar As-sidiq telah melakukan pembentukan atau penyusunan mushaf al quran dan disimpan dirumahnya, kemudian sepeninggaan Abu Bakar di ambil alih oleh Umar bin Khottob.
Aadapun Problematika
yang Dİhadapi
para Khulafaur Rasyidin, diantaranya:
a. Sahabat
k_hawatİr akan
kehilangan al-Qur'an karena banyaknya sahabat yang hafal al-Qur'an meninggal
dunİa
dalam perang melawan orang-orang muılad.
b. Sahabat
mengkhawatirkan teıjadinya iktikaf sahabat terhadap alQur'an akan sepertİ
ikhtilaf Yahudi dan Nasrani yang terjadi sebelumnya.
c. Sahabat
ithawatir akan terjadi pembohongan terhadap Sunnah Rasulullah Saw.
d. Sahabat
Khawatİr
umat İslam
menyimpang darİ hükum
İslam.
e. Sahabat
menghadapi perkembangan kehidupan yang memerlukan ketentuan syarİat
karena İslam
adalah pentunjuk bagİ mereka tetapi belum
ditetapkan sebelum ditetapkan ketentuan dalam al-Qur'an dan Sunnah (al-'Asyqar,
1991: 63-64)
Adapun Pemegang
Otoritas Tasyri' pada Periode Sahabat, diantarannya:
a.
Al-muktsirun Jil
ijtihad wal ifta ' (sahabat yang aktif berijtihad dan berfatwa), berkisar 7 sahabat,
diantaranya adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah ibnu Mas'ud,
Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Abbas.
b.
Al-Mutawwassithun,
di antaranya adalah Abu Bakar, Ummu Salamah, Utsman bin Affan, Ubaidah Ibnu
Samit, Muawiyah, Zubair, Thalhah, Abdur Rahman bin Auf, Abu Musa al-Asyari, Abu
Musa al-'Asyari, Salman al-Farisi, Muadz biun Jabal dan Anas bin Malik.
c.
Al-Muqallilun,
diantaranya adalah Abu Darda', Abu al-Yasar, Abu Mas'ud, Ubai bin Ka'ab, Abu
Thalhah, Ummu Athiyah, Amr bin Ash Qatadah dan lain-lain.
d.
Sahabat yang tidak
ahli dalam bidang ijtihad, yang lebih dikenal dengan sebutan komunitas awam
sahabat.
Dalam berijtihad, para sahabat dengan stratifikasi di atas mendapatkan Starwah ijtihadiyah (warisan intelektual dalam berijtihad) dari periode tasyri' yang pertama ya'ni periode Rasul yang sudah meninggalkan dua pedoman hidup bagi umat Islam yakni al-Qur'an dan hadis sekaligus mendapat jaminan dari Nabi jika umat Islam tidak akan tersesat jika berpegang pada keduanya. Mereka mulai melihat bahwa tidak setiap umat Islam mampu memahami dan menggali ketetapan hukum dari kedua sumber tasyri' tersebut. Ada beberapa hal penting yang disadari para sahabat saat itu, yakni:
- Umat Islam banyak orang awwam yang tidak mampu memahami nash-nash al-qur'an dan hadis tanpa bantuan orang Iain
- Materi-materi hukum yang terkandung dalam al-Qur'an maupun hadis belum tersebar secara Iuas di kalangan umat Islam, sehingga belum semua umat Islam bisa mempelajarinya. Hal ini dikarenakan al-Qur'an pada periode ini masih terhimpun dalam lembaranlembaran yang disimpan di kediaman Rasul, begitu Juga dengan hadis yang belum dikodifikasikan.
- Materi-materi hukum yang terkandung dalam al-Qur'an maupun Sunnah terbatas pada kejadian-kejadian dan kasus-kasus peradilan yang terjadi pada saat itu, belum mencakup kejadian-kejadian dan kasus-kasus peradilan yang belum terjadi saat itu.
- Umat Islam secara kontinyu berhadapan dengan persoalan-persoalan baru dan kasus-kasus peradilan yang belum terjadi pada masa Rasul. Konsekwensi Iain dari perluasan wilayah Islam adalah bercampurnya orang-orang arab dengan yang laen. Sebagian mereka ada yang memeluk Islam dan ada yang tidak, sehingga membutuhkan aturan baru yang mengatur relasi mereka, termasuk dalam hal ini adalah hubungan antara negara Islam dengan ahli dzimmah. (Musa, 1958:22)
Dari keempat fenomena tersebutlah para sahabat yang aktif berijtihad dan berfatwa, mulai menyadari bahwa Mereka berkewajiban melanjutkan proses tasyri yang telah diwariskan Nabi. Kesadaran melanjutkan proses tasyri' tersebut bisa dielaborasi sebagai berikut:
- Memberikan penjelasan kepada umat Islam berbagai persoalan yang membutuhkan interpretasi dan ketetapan hukum dari nash al-Qur'an dan hadis Nabi.
- Menyebarluaskan ayat-ayat al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi kepada umat Islam yang tersebar di beberapa penjuru.
- Memberikan fatwa hukum kepada umat Islam terhadap persoalanpersoalan yang belum ada ketetapan hukumnya baik dalam al-Qur'an maupun Sunnah Nabi.
Adapun sumber-sumber
Tasyri' pada Periode Sahabat dalam catatan sejarah, di bawah kendali khalifah
dibantu beberapa sahabat Iainnya, aktifitas tasyri' berkembang dengan sangat
mengagumkan, yang ditandai dengan lahimya sumber dan metode baru dalam
berijtihad. Sumber tasyri pada periode ini selain al-Qur'an dan Sunnah, Iahir
ijma' shahabi dan qiyas. Para sahabat mulai giat berijtihad baik dalam bentuk
ijtihad jama'i maupun ijtihad fardli. Ijtihad jama'i dilakukan ketika mereka
masih berada di madinah sedangkan ijtihad fardi dilakukan ketika mereka sudah
menyebar ke daerah-daerah Islam Iainnya. Ketika berhadapan dengan persoalan
baru, para sahabat akan mencari ketetapan hukum yang terkandung dalam al-Qur'an
maupun sunnah, jika tidak mereka temukan, mereka berkumpul dan bermusyawarah
untuk ruendapatkan ketetapan hukum dari persoalan baru yang dimaksud. Bila
terjadi kesepakatan barulah diputuskan ketetapan hukumnya, proses inilah yang
dikemudian hari disebut dengan ijma' shahabi.
Demikianlah Tarikh tasyri’
pada masa Khulafa ar-rasyidin yang dapat kita jadikan sejarah pedoman proses
hukum- hukum keislaman peralihan dari masa Rasulullah SAW ke para sahabatnya yang
dapat dijadikan acuan atau pedoman hidup umat Islam sejak sekarang.
Sekian Essay dari saya…
Terimakasih atas perhatian dan kunjungannya
Saran serta kritik yang membangun akan saya tunggu ….
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Bantul, 15 April 2021
Komentar
Posting Komentar