Ismi Yuniatun_20101981_Hakikat Tasawuf Pandangan Tasawuf tentang pokok-pokok Ibadah dan Agama Karya Syeikh Shalih Bin Fauzan Al Fauzan
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Alhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Kesehatan dan kesempatan
kepada Saya untuk menulis Kembali. Sholawat serta salam Saya haturkan kepada
junjungan Nabi Agung Muhammad SAW.
Pada
kesempatan kali ini, perkenankan saya Ismi Yuniatun NIM. 20101981 Kelas 2PAIC
Institut Ilmu Al-Quran An-nur Yogyakarta. Saya akan menuliskan sebuah Essay
mengenai” Tasawuf”. Sebagai buku referensinya adalah “Hakikat Tasawuf Pandangan Tasawuf tentang pokok-pokok
Ibadah dan Agama karya Syeikh Shalih Bin Fauzan Al Fauzan”,
Penterjemah Abdullah Haidir, diterbitkan oleh Islamic Propagation Office in
Rabwah. Adapun Pembahasan yang akan saya angkat adalah tentang “Hakikat
Tasawuf”. Essay ini ditulis untuk memenuhi tugas dari Bapak Subhan
Ashari, Lc dalam mata kuliah Pengantar Studi Islam. Apabila terdapat
kesalahan ataupun kekurangan dalam penulisan dan isi dari essay ini kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan.
Dalam buku “Hakikat Tasawuf” karya Syaikh Shalih
kata “Tasawuf” dan “sufi” belum dikenla pada masa awal Islam. Syaikh Islam Ibnu
Taimiyah dalam majemu’ fatawa berkata “kata sufi belum dikenal pada tiga awal
abad hijriyah, dan baru dikenal setelah itu”. Pendapat ini juga diungkapkan
oleh beberapa tokoh seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Sulaiman Ad Darani, dan
lain sebagainya.
Terdapat perbedaan pendapat tentang kata “Sufi” yang
disandingkan dibelakang nama yang sebenarnya itu adalah nama Nasab seperti “qurasy”,
“Madany” dan lain sebagainya. Ada yang mengatakan bahwa kata “sufi” berasal
dari kata “shaf” yang berarti terdepan dihadapan Allah. Ada juga yang
mengatakan bahwa ungkapan itu bermakna “ makhluk pilihan Allah”. Ada yang
mengatakan bahwa kata sufi berasal dari nama seorang sufi yaitu sufah bin bisyr
bin ad bin bisyr bin thabikhah, kabilah arab yang tinggal di Mekkah pada zaman
dahulu yang terkenal suka beribadah. Diisi
lain orang yang mengaku sufi tidak mengenal kabilah dan mereka tentu tidak akan
rela jika istilah itu dikatakan pada masa jahiliyah yang tidak ada unsur Islamnya
sedikitpun.
Pertama kali yang membangun Rubath (tempat ibadah)
sufi adalah teman-teman Abdul Wahid bin
Zaid dan Abdul Wahid adalah sahabat Hasan Al Basri, dia terkenal dengan
sikapnya yang berlebih-lebihan dalam hal
zuhud, ibadah dan sikap khawatir (khouf), satu hal yang tidak didapati pada
penduduk kota saat itu.
Abu syaikh Al Ashbahani meriwayatkan dalam sanadnya dari Muhammad bin Sirin yang
mendapat berita bahwa suatu kaum mengutamakan memakai pakaian terbuat dari wol
(suf), maka dia berkata: “sesungguhnya ada suatu kaum yang memilih pakaian wol
dengan mengatakan bahwa mereka ingin menyamai Al Masih bin Maryam, padahal
sunah nabi kita lebih kita cintai, beliau dahulu mengenakan pakaian dari
katun atau lainnya. Setelah itu dia
berkata:”mereka mengaitkan masalah itu dengan pakaian zahir yaitu pakaian yang
terbuat dari wol dan mereka mengatakan dirinya sufi, akan tetapi sikap mereka
tidak terikat dengan mengenakan pakaian
wol, hanya dengan penampilan luarnya saja. Demikianlah asal kata tasawuf.
Dari beberapa tokoh ataupun pendapat tentang asal usul tasawuf masih banyak selain
mereka yang tidak disebutkan yang menyatakan hal serupa , maka jelas bahwa sufi
adalah sesuatu yang disusupkan kedalam ajaran Islam yang dilakukan oleh
orang-orang yang menjadi pengikut aliran tersebut dengan cara yang aneh dan
jauh dari hidayah Islam. Mengenai hal itu disebutkan secara khusus kalangan
sufi generasi kemudian (muta’akhirin) karena pada mereka banyak terdapat
penyimpangan-penyimpangan. Sedangkan sufi terdahulu mereka relative lebih
moderat , seperti Fudail bin ‘Iad, Al Junaid, dan lain sebagainya.
Realita
dilapangan pengamalan agama, ajaran tasawuf memberikan nilai lebih dengan
penghayatan dan dapat merasakan keakraban dengan Tuhan. Pengamalan ibadah-makhdlah
dan pendalaman kandungan al-Qur'an dan Sunnah Rasul, menambah keasyikan taqarrub ilallah,
sehingga mampu menghidupkan spiritualitas yang tinggi dan berusaha untuk
melupakan nilai duniawi yang menodai hubungan dengan Tuhan. Dengan demikian
tasawuf merupakan bagian integral dari sistem ajaran Islam. Islam tanpa tasawuf
bukanlah Islam kaaffah,
sebagaimana yang diajarkan Muhammad Rasulullah Saw. Islam kaaffah
adalah Islam yang terpadu antara akidah, syariat
dan hakikat.
Dari akidah lahir tauhid,
dari syariat
lahir fikih,
dari fikih
lahir hakikat
dan dari hakikat
lahir tasawuf.
Berbagai
pendapat tentang pengertian tasawuf, baik dari asal usul katanya dan makna dari
tujuannya, dapat disimpulkan bahwa
tasawuf adalah upaya penyucian hati, supaya bisa dekat dengan Allah Swt, dekat
tanpa perantara.
Seperti
yang dikatakan oleh Muhammad bin Ali al-Qasab, guru dari Imam Junaid al-Bagdadi:
“tasawuf adalah akhlak mulia yang nampak di zaman yang mulia dari
orang yang mulia bersama kaum yang mulia. Imam Junaid al-Bagdadi mengatakan :
“tasawuf adalah, engkau ada bersama Allah
tanpa 'alaqah (tanpa perantara)”. Pendapat Bisr ibn
al-Haris al-Hafi mengatakan : “ashshufi man shafa lillah qalbahu” (orang sufi adalah
orang yang telah suci bersih hatinya, hanya bagi Allah). Syekh Samnun al Muhib
(wafat 297 H) berpendapat, bahwa tasawuf adalah “allaa tumlikaka syai'an wa laa yumlikuka
syai'un” (engkau tidak memiliki sesuatu dan engkau tidak dimiliki
sesuatu). Syekh Abdul Qadir Jailani berpendapat bahwa tasawuf adalah mensucikan
hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwat, riyadlah,
dan dawaamu-al-zikr
(terus menerus mengingat Allah) dengan dilandasi iman yang benar, taubah, mahabbah
dan ikhlas.
Sedangkan
ilmu tasawuf adalah ilmu untuk
mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara-cara
menyucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan
sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah Swt, melalui
jalan sufi yakni takhalli, tahalli
dan tajalli.
Objek
ilmu tasawuf adalah perbuatan hati dan panca indera ditinjau dari segi cara
penyuciannya. Penyucian hati manusia menjadi amat penting keberadaannya karena
tanpa tashfiat al qalb, manusia tidak bisa dekat dengan Zat Yang Maha Suci.
Dari
pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, sangat pentingnya manusia untuk
bertasawuf, mengerti hakikat tasawuf, buah dari ilmu tasawuf adalah terdidiknya hati sehingga memperoleh
makrifat terhadap ilmu ghaib secara rohaniyah, memperoleh keselamatan di dunia
dan kebahagiaan di akhirat, dengan mendapat ridla
Allah Swt, memperoleh kebahagiaan abadi, hati bersinar dan suci, serta terbukalah
hal-hal yang ghaib dan dapat menyaksikan keadaan yang menakjubkan. Mereka yang
terdidik hatinya disebut al-'arif
al-waasil ilallah. Segala prilaku hidupnya menggambarkan akhlak al-karimah
dengan sifat mahmudah.
Sekian Essay dari saya…
Terimakasih atas perhatian dan
kunjungannya
Saran serta kritik yang membangun
akan saya tunggu ….
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Bantul, 15 April 2021
Komentar
Posting Komentar